Minggu, 21 Maret 2010

KETIKA SAKITKU MENOREHKAN KESAN INDAH BERSAMA IBU

KETIKA SAKITKU
MENOREHKAN KESAN INDAH BERSAMA IBU

Aku mempunyai pengalaman indah bersama ibu ku, ketika sakit ku menyerang. Namun sebelum kukisahkan akan ku ungkapkan beberapa kesan dan pandanganku terhadap sosok ibu yang telah melahirkanku.
Ibu mutiara hatiku…,utulah ungkapanku terhadap ibu. Ungkapan “Mutiara Hati” sering kita dengar umumnya di lontarkan oleh seorang ibu “ Anakku Mutiara Hatiku”. Tapi tidak demikian dengan aku, ungkapan “Mutiara Hatiku” bagiku hanyalah pantas untuk orang yang sangat berjasa padaku. Aku tak mungkin ada tanpa hadirnya seorang ibu. Tidak hanya sekedar itu masih banyak ungkapan- ungkapan lain yang tidak kalah bagusnya, misalnya “Kasih Sayang Ibu Sepanjang Masa” dan “ Ridho Ibu adalah Ridho Allah”. Namun bagiku ungkapan inilah yang menurutku paling indah karena ibu memang Mutiara Hatiku yang mahal harganya dan sulit untuk mendapatkan ibu sepertimu. Layaknya mutiara di dasar laut yang sangat dalam susah di jangkau namun banyak yang menginginkannya. Ibu adalah seorang wanita yang telah melahirkan kita dan merawat kita sedari kecil hingga kita dewasa, dari merangkak sampai kita bisa barjalan tegak, dari mulai mengeja bacaan sampai bisa membaca dengan benar. Sungguh kau mutiara hatiku satu-satunya, takkan pernah ada yang bisa menandingimu. Jasa ibu tidak ada bandingannya, pengorbanan ibu tidak terhitung banyaknya. Perjuangan seorang ibu tidak ada putusnya, mulai dari mengandung selama 9 bulan, tak ada keluh kesah yang keluar dari mulutnya. Bahklan alunan do’a yang di ucapkan serta kalimat–kalimat indah yang di bisikkannya. Bayi yang masih dalam kandungan pun ia ajak bicara dengan kata-kata yang indah , berupa pujian, doa dan harapan hingga saat melahirkan. Dan nyawapun menjadi taruhan ibu, namun ia senantisa ikhlas dan tulus menerima kelahiranku. Meskipun tambahan beban telah menanti, pekerjaan semakin bertambah , rasa lelah akan menghampiri setiap waktu. Namun, bagi ibu hal itu ia anggap sebagai seni dalam hidup yang harus di sikapi dengan sebaik-baiknya.
Merawat seorang bayi bukanlah hal yang mudah, ibu harus selalu bangun malam untuk menggantikan popok basah dan meninakbobokan lagi. Ajaran- ajaran yang ibu berikan masih teringat dan akan selalu ku ingat dalam benakku. Ia mengajariku tentang semua hal, mulai dari hal-hal kecil sampai yang besar. Misalnya hal kecil seperti mengajariku menggosok gigi. Bahkan ketika aku malas menggosok gigi ia membujukku, bahkan menggendongku ke kamar mandi untuk segera menggosok gigi, seperti yang terjadi di iklan PEPSODENT itu. ia pun menambahkan perkataannya bahwa menggosok gigi itu hal yang kecil, tapi besar manfaatnya. Terbukti sampai sekarang aku tidak pernah mengeluh merasa sakit gigi.
Begitu pula dengan didikan agama, dari sejak kecil aku dididik untuk belaja shalat mulai dari cara berwudhu sampai selesai shalat . ibu mengajariku shalat ketika aku berumur 7 tahun. Walupun saat itu aku masih kecil dan belum mengerti apa-apa, saat itu aku hanya bisa mengikuti gerakan ibu saat shalat. Yang paling terkenang olehku adalah ketika aku shalat bersama ibu di mesjid dengan memakai kerudung milik ibu yang kebesaran olehku, orang- orang menertawakanku. Dan yang paling aku kenang bahkan membuatku ingin tertawa sendiri mengingatnya adalah betapa lucunya aku ketika aku berkomat-kamit tak karuan meniru ibu ketika shalat. Dan baru bisa mengrti mengenai shalat ketika kau berusia 9 tahun. Seorang ibu memang tidak akan mengajarkan hal yang tidak baik untuk anaknya tersayang, terbukti semua yang ibu ajarkan padaku tak ada yang tidak bermanfaat bagiku. Semua menjadi pelajaran yang begitu berharga. Mungkin juga sama dengan apa yang di rasakan anak-anak lain, termasuk teman-teman.
Cara ia mendidikku sangat menarik bagiku. Saat aku kecil, ia mendidikku dengan lemah lembut. Namun di saat aku beranjak remaja, ibu mendidikku dengan cara yang Demokratis. Ibu membiarkan aku berpendapat seleluasa mungkin namun tetap ada pada pengarahan darinya. Ibu memang mempunyai jiwa yang Demokratis, bila aku ada masalah dengan teman atau saudara, ibu selalu bisa memberikan solusi untukku. Namun ibu tidak pernah lupa untuk selalu mengajarkanku didikan yang positif dengan penuh lemah lembut samapai- samapi aku teringat kembali kejadian 3 tahun yang lalu. Saat aku kecil bersama ibuku, begitu terkesannya aku dengan sikap ibu yang setia merawat aku ketika aku sakit.
Di sudut kamar itu, aku tengah meringis kesakitan
“ kamu kenapa Rel,,,? Badan kamu panas.” Tanya ibu yang tengah membelai-belai rambutku dengan penuh kasih sayangnya.
“e..e…Aurel gak tau Mah. Tiba-tiba saja badan Aurel jadi gak enak gini!” rintihku sambil membenarkan selimut yang menutupi tubuhku dari ujung kaki sampai dadaku.
“ biar Mamah kompres yah!” tawar ibuku, sambil meninggalkan aku untuk mengambil handuk kecil dan air dingin. Aku pun hanya terdiam dalam balik selimut itu, merasakan sakit dalam tubuhku.
Malam itu juga panasku tidak membaik juga. Ibu yang masih setia menemani ku di saat aku sakit, walupun malam mulai semakin berlalu. Tepatnya pukul 10 malam, aku tidak juga menunjukan tanda-tanda membaik. Ibuku yang sudah tidak bisa menyembunyikan kelelahannya masih setia menggantikan handuk kompresan yang mulai kering.
“ Aurel kamu kenapa…,sekarang Mamah benar-benar hawatir. Apa sebaiknya kamu mamah bawa ke Rumah Sakit saja?” tanya ibuku yang mulai kebingungan dengan keadaanku. mendengar pertanyaan itu aku hanya mampu terdiam tak bersuara, karena aku benar-benar sudah tidak mampu untuk berbicara lagi.
Sampai akhirnya ibuku terlihat bersiap- siap. Terdengar ibuku sedang berbicara pada ayahku mengenai keadaanku yang tidak juga membaik. Tak lama kemudian ayah ku pun mulai bersiap-siap seperti ibu. Tak lama ibuku kembali ke kamarku dengan pakaian yang berbeda.
“ Aurel.., sebaiknya kamu ibu dan ayah bawa ke Rumah Sakit saja yah!” pinta ibu masih dengan perkataan ibu yang lemah lembut itu, membuatku hanya mampu menganggukkan kepala.
Sesampainya di rumah sakit, aku segera di bawa ke tempat dokter untuk di periksa. Sekitar 10 menit aku di periksa oleh dokter laki-laki itu. lantas setelah itu, dokter menghampiri meja kerjanya seraya berhadapan degan kedua orang tua ku. Terlihat sedang membicarakan sesuatu, namun tak begitu jelas di telingaku. Yang dapat aku tangkap dari pembicaraan mereka adalah aku tengah mengalami gejala Tipus dan harus di rawat di Rumah Sakit dalam waktu beberapa hari. Akupun di bawa oleh seorang dokter menuju kamar yang telah di sediakan untukku.
“ Aurel… Mamah harap kamu masih bisa bertahan yah…! Kamu tidak apa-apa, kamu hanya butuh istirahat saja!” hibur ibuku saat mengantarku. Aku yang masih lemas, hanya mampu memberikan senyuman pada ibuku sekedar untuk mengurangi rasa cemasnya terhadapku. Malam itu juga aku mulai di infuse oleh perawat Rumah Sakit itu. rasa sakit saat kali pertamanya jarum infuse di tujukkan di tangan sebalah kiriku mencoba mencari urat tanganku yang tepat.
Malam itu telah menunjukan pukul 12 malam. Ibuku masih setia menjagaku seperti pengawal yang setia menjaga putri kaisarnya. Aku merasa kasihan terhadap ibuku, matanya sudah terihat sayu itu.
“ mah…,sudah mamah tidur saja. Aurel juga udah mulai ngantuk. Nanti kalau ada apa-apa Aurel banguni mamah.” Pinta ku pada ibu.
“ baiklah Aurel.., mamah memang sudah ngantuk. Mamah tidur dulu yah!” ijin ibu kepadaku. Ia pun meletakan kepalanya di samping tangan kananku. Sungguh besar kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Sampai ia dengan sabar dan ikhlas menjaga anaknya, walaupun ia tidak tidur separuh malam.
***
Hari-hari mulai berlalu seiring dengan berputarnya jarum jam dinding di kamar Rumah Sakit. Setiap hari juga ibu membujuk ku untuk memakan bubur yang telah di sediakan oleh perawat, jika aku tetap tidak ingin makan maka ibu akan dengan suka rela menyuapi ku.
“ ayolah…Aurel makan sedikit bubur ini agar kamu dapat sedikit tenaga!!!” pinta ibuku dengan lembut.
“ mah…Aurel masih kenyang…lagi pula Aurel masih bertenaga begini..” cegah aurel saat ibunya akan menujukan sendok yang berisis bubur itu ke mulut Aurel. Terus saja ibu membujukku, hingga aku tak dapat berbuat apa-apa lagi. Akupun hanya mamapu makan dengan 2 kali sendok makan saja, selebihnya aku sudah mulai kenyang.
Selanjutnya ibu menyodorkan ku bermacam-macam obat di hadapanku.
“ mah…apa Aurel harus makan obat itu lagi?” tanya Aurel dengan kerutan di dahinya.
“ iya…sayang…makanlah obat-obat ini. Agar kamu dapat cepat sembuh dan dapat kembali bermain dengan teman-temanmu!” bujuk ibuku dengan senyuman menghiasi raut mukanya.
“ oh iya…ibu benar aku sudah rindu dengan teman-temanku di sekolah. Apa kabranya mereka?” seru Aurel dengan sedikit menunjukan ketidak sabaran untuk segera keluar dari Rumah Sakit itu.
“ kalau begitu makanlah obat-obat ini!!” ibuku kembali membujukku.
“ baiklah bu…”aurel pun mulai memasukan satu persatu obat obat itu kedalam mulutnya. Setelah kegiatan makan obat yang telah rutin di lakukan aurel kurang lebih selama 1 bulan kurang, Aurelpun melanjutkan kegiatanya untuk kembali tidur.
Masih belum jauh dari jagaku, aku mendengar ibu sepertinya sedang mencuci sprai-sprai yang sebelumnya telah aku pakai. Aku sangat merasa malu terhadap ibuku, kenapa ia begitu tulus menjaga ku dari aku terbangun dari tidur sampai aku mau tidur lagi, ibu tak henti mengurusi ku.
Di saat aku berada di rumah sakitlah kedekatanku bersama ibu mulai terasa. Selama 1 bulan penuh aku habiskan dengan ibu. Dari semua kejadian itu kudapat kesan yang menarik bersama ibu. Memang semua kejadian ini berawal dari kesedihan namun justru kesedihan ini membawa keindahan suatu hubungan antara ibu dan anak. Saat itu aku memang terlihat cengeng, penakut, dan selalu membuat ibu susah. Namun ibu dengan setia menemaniku saat aku membutuhkan ibu. Tidak seperti ibu, jika ada masalah ibu pasti akan menghadapi masalah itu sendirian karena ibu memang pemberani. Ibu lawan semua masalah yang mengahadangnya dengan bijaksana. Ibuku tidak pernah menangis di hadapanku. Jika memang ia sedang mengalami kegundaghan di hatinya, selalu ia tutupi kesedihannya itu dengan tawa candanya. Ibu memang pintar berakting hingga mengingatkanku pada kejadian 2 tahun yang lalu.
to be continue